
Sebuah perusahaan yang berlokasi di Provinsi Jilin, China kini tengah menjadi perhatian publik setelah memberikan gaji kepada karyawannya dalam bentuk voucher belanja, bukan uang tunai.
Tindakan ini telah memicu reaksi negatif yang meluas di media sosial, sehingga mendorong pemerintah setempat untuk melakukan penyelidikan resmi.
Seorang pekerja di pusat perbelanjaan Motian Vitality City mengungkapkan kekecewaannya setelah menerima voucher sebagai imbalan atas tiga bulan kerja. Voucher tersebut bernilai antara 10 hingga 500 yuan dan hanya dapat digunakan di lokasi tertentu milik perusahaan, tanpa pengembalian uang. Dalam unggahan di media sosial, pekerja tersebut menyatakan bahwa banyak rekan kerjanya merasa tertekan karena memiliki cicilan dan tanggungan keluarga.
Instruksi dari perusahaan menyebutkan bahwa voucher dapat digunakan untuk berbagai keperluan di dalam grup, namun praktik ini menuai kritik tajam di media sosial. Banyak yang mempertanyakan legalitas perusahaan mencetak “mata uang” mereka sendiri dan membandingkannya dengan praktik masa lalu di mana karyawan dibayar dengan barang. Hal ini memicu perdebatan mengenai hak-hak pekerja dan kebijakan perusahaan dalam memberikan kompensasi.
Diselidiki

Pengacara Zhao Liangshan dari Shaanxi Hengda Law Firm menyatakan bahwa tindakan perusahaan tersebut melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan China, pembayaran gaji karyawan wajib dilakukan setiap bulan dalam bentuk uang tunai dan langsung kepada pekerja.
Selain itu, Hukum Kontrak China menegaskan bahwa setiap perubahan yang berkaitan dengan gaji, jam kerja, dan hak-hak karyawan lainnya harus didiskusikan dan disepakati bersama dengan karyawan tersebut.
Saat ini, Biro Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial setempat sedang melakukan penyelidikan terhadap kasus ini untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil terhadap perusahaan.
Sumber Berita : https://thegazettengr.com
Tinggalkan Balasan