
Rieke Diah Pitaloka, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Oneng, telah memberikan dukungannya kepada sebuah keluarga yang terlibat dalam kasus dugaan salah tangkap oleh pihak Kepolisian. Dalam hal ini, Rieke menyampaikan aspirasinya kepada Komisi III DPR RI.
Rieke mengkritisi Majelis Hakim Tasikmalaya karena dianggap tidak mempertimbangkan seluruh bukti dan kesaksian yang telah disajikan dalam persidangan dengan cermat. Dalam upaya pembelaan, Rieke dan keluarga telah menghadirkan saksi ahli dari dua universitas ternama untuk memberikan keterangan yang mendukung.
Dalam pernyataannya, Rieke juga menyinggung kasus Vina Cirebon yang sempat menjadi viral sebelumnya terkait isu salah tangkap, menyoroti pentingnya keadilan dan ketelitian dalam penanganan kasus hukum. Untuk informasi lebih lanjut, simak ulasan lengkap berikut ini.
Rieke Soroti Kasus Dugaan Salah Tangkap
Rieke mengkritik dugaan kasus salah tangkap di Tasikmalaya yang melibatkan 4 anak atas tuduhan penganiayaan terhadap Muhamad Taufik dan Aji di Jalan Mayor SL Tobing, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya.
Menurutnya, penangkapan tersebut merupakan salah tangkap, karena Majelis Hakim hanya mempertimbangkan keterangan dari satu saksi. Oneng menilai bukti tersebut tidak cukup kuat.
Saksi menyatakan telah meninjau 28 CCTV, namun tidak ada yang dihadirkan di persidangan. Oneng menyebut hal ini tidak bisa dianggap bukti memadai.
Rieke juga menyinggung kasus Vina Cirebon yang viral sebelumnya dan berharap kejadian serupa tidak terjadi lagi, khususnya dalam konteks salah tangkap di Tasikmalaya.
“Jika kejadian ini terulang setelah kasus Vina Cirebon, di mana satu anak berada di Jakarta saat kejadian tetapi tetap ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Rieke di Komisi III.
“Kita sepakat pelaku kekerasan, khususnya pengeroyokan di Tasikmalaya, harus diadili, tapi jangan sampai salah tangkap,” tegasnya.
Oleh karena itu, Oneng meminta Komisi Yudisial memeriksa Majelis Hakim Tasikmalaya. Menurut Oneng, Majelis Hakim telah melakukan pelanggaran etik dalam proses peradilan terhadap para anak.
“Kami meminta Komisi Yudisial atas dorongan dari Komisi III untuk memeriksa Majelis Hakim tentang adanya dugaan pelanggaran etik dalam proses peradilan terhadap para anak,” ucapnya.
Di akhir kalimatnya, Rieke ‘Oneng’ bersama dengan para tim kuasa hukum akan mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Bandung, karena para anak ditempatkan di LPKS Pangandaran, bukan di LPK Bandung.
“Kemudian yang terakhir sebelum putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, para anak tidak ditempatkan di LPK Bandung, tetapi di LPKS Pangandaran, karena ini kami mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Bandung,” lanjut Oneng.
“Kita tidak dalam proses mengintervensi putusan pengadilan, karena siapapun tidak bisa mengintervensi. Tapi pengalaman berharga saya dengan pak Habib ini, ketika orang kecil ditindas dengan sistem hukum yang ada, kami yakin bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Yang Maha Esa tidak akan diam,” pungkasnya.
Sumber Berita : https://thegazettengr.com
Tinggalkan Balasan