
Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk menghapus sistem Presidential Threshold atau ketentuan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Keputusan ini diumumkan oleh MK pada Kamis (2/1).
Keputusan ini diambil berdasarkan gugatan dari empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Negeri Islam (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, yaitu Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, Rizki Maulana Syafei, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Enika Maya Oktavia, salah satu penggugat dari UIN Sunan Kalijaga, memastikan tidak ada intervensi dari pihak manapun terkait gugatan mereka ke MK.
“Kami tidak mendapatkan intervensi dari organisasi, institusi, maupun partai politik lainnya. Yang kami lakukan merupakan murni perjuangan akademis dan advokasi konstitusional,” ujar Enika, Jumat (3/1).
Alasan Mengajukan Gugatan Setelah Pilpres 2024
Enika menjelaskan bahwa gugatan ke MK ini sengaja diajukan setelah Pilpres 2024 berlangsung. Gugatan uji materi ini diajukan ke MK pada Februari 2024.
Menurut Enika, pemilihan waktu ini bertujuan untuk menghindari tekanan politik dari pihak manapun.
Enika menambahkan bahwa dengan memilih waktu tersebut, dia berharap kajian-kajian dalam sidang MK benar-benar berdasarkan kajian akademis dan substansi hukum.
“Semakin dekat dengan Pilpres maka tekanan politik akan semakin besar. Kami ingin agar kajian-kajian MK tidak terpengaruh oleh preseden atau tekanan politik,” kata Enika.
“Kajiannya benar-benar kajian akademis. Benar-benar kajian substansi hukum dan ini terbukti,” tutup Enika.
Sumber Berita: https://thegazettengr.com
Tinggalkan Balasan