Sebuah komet langka bernama C/2024 G3 (Atlas) yang telah terlihat di langit dalam beberapa hari terakhir, diduga sedang mengalami proses kehancuran. Fenomena ini menyebabkan komet tersebut dijuluki sebagai “obyek ajaib tanpa kepala”.

Dilansir Live Science, Kamis (23/1), para astronom atau ahli astronomi menemukan indikasi inti dari komet ini mungkin sedang dalam kondisi hancur. Mereka menyatakan bagian kepala komet tidak lagi menjadi titik paling bercahaya. Sebaliknya, terlihat adanya semburan gas yang muncul dari sisi komet, yang menunjukkan adanya kerusakan pada bagian intinya.

Kejadian ini disebabkan tekanan ekstrem yang dialami inti komet yang terbuat dari es akibat panas Matahari. Proses sublimasi, yang merupakan perubahan es menjadi gas, berkontribusi pada pelemahan struktur komet dan mempercepat kemungkinan terjadinya fragmentasi.

Hancurnya komet saat mendekati Matahari bukanlah hal yang baru. Pada 2011, Komet Lovejoy (C/2011 W3) juga mengalami situasi serupa. Meskipun berhasil melewati jarak ekstrem 140.000 kilometer dari permukaan matahari, komet tersebut hancur beberapa hari setelahnya akibat tekanan panas dan gravitasi.

Komet ATLAS mungkin sedang mengalami proses yang mirip. Ketika komet mendekati Matahari, satu sisi intinya mengalami pemanasan, sementara sisi lainnya tetap dalam keadaan dingin. Perbedaan suhu ini dapat menyebabkan retakan yang melemahkan keseluruhan struktur komet. Meskipun masa depan Komet ATLAS terlihat suram, fenomena ini tetap menjadi momen langka yang menarik untuk diamati dan dipelajari.

Sebelumnya, menurut laporan NASA pada Kamis (23/1), komet ini mencapai titik terdekatnya dengan Matahari atau perihelion pada 13 Januari 2025, dengan jarak sekitar 0,09 AU (13,5 juta km) dari Matahari.

Perihelion memiliki pengaruh terhadap seberapa terang komet dapat terlihat. Selama periode ini, C/2024 G3 (ATLAS) diperkirakan akan menjadi salah satu komet paling terang pada tahun 2025, dengan magnitudo yang mungkin melebihi -3,5, setara dengan kecerahan planet Venus.

Komet C/2024 G3 (ATLAS) adalah komet non-periodik yang ditemukan pada 5 April 2024 oleh sistem survei Asteroid Terrestrial-impact Last Alert System (ATLAS) menggunakan teleskop reflektor 0,5 meter di Ro Hurtado, Chili. Saat ditemukan, komet ini memiliki magnitudo 19 dan berjarak sekitar 4,38 AU dari Bumi.

Komet Tua

Pengamatan lebih lanjut menunjukkan adanya koma difus dengan diameter sekitar 4,5 detik busur dan ekor yang lurus. Pada 30 Oktober 2024, komet ini mencapai magnitudo 11,9 dan dapat terlihat dengan teleskop besar. Pada pertengahan Desember 2024, kecerahannya meningkat menjadi magnitudo 8 dan terletak di konstelasi Scorpius, terlihat saat fajar di wilayah selatan dan ekuator. Menjelang akhir Desember, magnitudo komet dilaporkan berkisar antara 5 hingga 5,5, dengan koma berdiameter sekitar dua menit busur dan ekor sepanjang 18 menit busur.

Pada 2 Januari 2025, komet mengalami peningkatan kecerahan mendadak (outburst), dengan magnitudo mencapai 3,7 secara fotografis dan 3,2 secara visual. Pada 3 Januari, kecerahannya meningkat menjadi magnitudo 2–2,4, dan komet mulai dapat terlihat dengan mata telanjang. Pada 7 Januari, komet mencapai magnitudo pertama dengan ekor sepanjang 20 menit busur.

Komet ini difoto dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada 9 Januari 2025. Awalnya, komet ini dianggap sebagai komet baru dari Awan Oort dengan peluang kecil untuk bertahan melewati perihelion. Namun, setelah orbitnya ditentukan dengan lebih akurat, diketahui bahwa komet ini kemungkinan merupakan komet tua yang sebelumnya telah mendekati Matahari.

Menurut para peneliti, komet ini mendekati Matahari setiap 160.000 tahun. Namun, perhitungan orbit jangka panjang oleh JPL Horizons menunjukkan setelah pendekatan ke Matahari pada tahun 2025, jarak aphelion komet ini akan lebih dari dua kali lipat dari sebelumnya, dengan periode orbit sekitar 600.000 tahun.

Sumber Berita : https://thegazettengr.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *