Pengumuman ini disampaikan di tengah pembicaraan oleh sumber-sumber Israel terkait kemungkinan gagalnya gencatan senjata.

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, telah mengumumkan penundaan pembebasan tawanan Israel setelah Israel diduga melanggar perjanjian gencatan senjata. Juru bicara sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, Abu Obeida, menyatakan bahwa pembebasan tiga tawanan Israel berikutnya, yang awalnya dijadwalkan pada Sabtu (15/2), ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut.

Menurut Abu Obeida, penundaan ini disebabkan oleh pelanggaran gencatan senjata oleh Israel, termasuk menunda izin kembalinya warga sipil Palestina ke Gaza utara, melakukan serangan udara dan penembakan, serta gagal memenuhi komitmen untuk mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, seperti dilaporkan oleh The Cradle pada Selasa (11/2).

“Pemimpin perlawanan (Hamas) mengamati dengan cermat pelanggaran yang dilakukan oleh musuh dan kegagalannya menegakkan ketentuan perjanjian,” jelas Abu Obeida.

Pengumuman ini muncul di tengah spekulasi dari sumber-sumber Israel mengenai kemungkinan gagalnya gencatan senjata tersebut.

Sementara itu, menurut laporan Associated Press, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang menghadapi tekanan besar untuk membebaskan tawanan Israel yang tersisa di Gaza. Gencatan senjata yang berlaku selama enam pekan ini mencakup perjanjian pembebasan 33 tentara dan warga sipil Israel yang ditangkap dalam operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, dengan imbalan pembebasan 2.000 tawanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel, yang dilaporkan mengalami penyiksaan, pemerkosaan, dan kelaparan.

Sejak gencatan senjata diberlakukan pada 19 Januari, Hamas telah membebaskan 21 tawanan Israel, sementara Israel telah membebaskan lebih dari 730 warga Palestina.

Netanyahu Ingin Sabotase Gencatan Senjata

Pada Minggu, sumber-sumber Israel mengungkapkan kepada harian Haaretz, mereka yakin Netanyahu bermaksud menyabotase perjanjian pembebasan tahanan tahap kedua dan menggagalkan gencatan senjata di Gaza.

“Itu sebuah pertunjukan,” kata salah satu sumber.

“Netanyahu memberi isyarat dengan cukup jelas bahwa dia tidak ingin maju ke fase berikutnya. Dia mengirimkan tim (untuk melakukan perundingan di Qatar) tanpa mandat dan tanpa kemampuan untuk melakukan apa pun,” tambah sumber tersebut.

Sumber tersebut meyakini foto-foto tawanan Israel yang dibebaskan pada tahap pertama perjanjian tersebut telah merusak popularitas Netanyahu di kalangan kelompok sayap kanan Israel, yang ingin melanjutkan perang, membersihkan etnis warga Palestina dari Gaza, dan mencaplok Jalur Gaza untuk membangun pemukiman Yahudi di sana.

“Pemilih sayap kanan melihat bahwa kami belum mengalahkan Hamas, dan para anggotanya masih berkeliaran dengan membawa senjata. Tanda-tanda di panggung di Gaza selama peristiwa pembebasan tawanan mempermalukan Netanyahu dan merujuk pada slogan ‘kemenangan total’,” jelasnya.

“Netanyahu tahu dia tidak memiliki pemerintahan jika dia melanjutkan kesepakatan itu.”

Sumber Berita : https://thegazettengr.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *