Polda Jabar ungkap adanya penganiyaan terhadap terduga pelaku salah tangkap oleh anggota Polres Tasikmalaya.

Komisi III DPR mengadakan rapat bersama dengan Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jawa Barat, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, dan Kepala Kepolisian Resor Tasikmalaya Kota di Komplek Parlemen, Senayan pada Kamis (30/1) kemarin.

Agenda rapat tersebut adalah membahas dugaan adanya anak yang menjadi korban salah tangkap oleh pihak kepolisian. Terdapat pula tuduhan bahwa polisi melakukan penganiayaan terhadap anak-anak tersebut, meskipun hal ini belum terbukti.

Kabid Propam Polda Jabar, Kombes Adiwijaya, memberikan pernyataan terkait dugaan penganiayaan tersebut. Ia menyatakan bahwa dirinya dan tim mengalami kesulitan dalam mencari barang bukti karena beberapa CCTV yang rusak. Berikut adalah ulasan selengkapnya.

CCTV Rusak Polisi Sulit Cari Bukti Penganiayaan

Dalam rapat bersama dengan Komisi III DPR, Kombes Adiwijaya menyampaikan kesulitan dalam mengumpulkan bukti terkait dugaan penganiayaan oleh anggota Polres Tasikmalaya terhadap terduga pelaku di dalam penjara.

“Menurut Aiptu Aan, ada 5 titik CCTV di gedung Satreskrim, namun semuanya tidak berfungsi karena mati saat renovasi gedung dan belum diperbaiki hingga sekarang,” ujar Kombes Adiwijaya.

Ia menambahkan, “Berdasarkan pengecekan decoder, CCTV Satreskrim terakhir aktif pada 16 Mei 2024 pukul 15:00.”

Selain itu, di Polres Tasikmalaya Kota diketahui terdapat 15 titik CCTV, namun rekaman hanya dapat disimpan selama 7 hari sebelum otomatis terhapus.

“Di area Polres Tasikmalaya Kota, ada 15 titik CCTV, tetapi rekaman hanya bisa disimpan selama 7 hari lalu terhapus secara otomatis,” tambahnya.

Kasus Dugaan Salah Tangkap di Tasikmalaya

Kasus dugaan salah tangkap yang dilakukan oleh Polisi kembali mencuat. Polisi menangkap 4 anak dan 1 orang dewasa yang diduga melakukan penganiayaan di Jalan Mayor SL Tobing, Mangkubumi, Kota Tasikmalaya pada 17 November 2024 lalu.

Menurut beberapa pihak, penangkapan terhadap terduga pelaku itu merupakan salah tangkap. Rieke Diah Pitaloka adalah sosok yang paling vokal mengungkapkan kasus ini ke publik.

Ia berkali-kali mengatakan jika kasus salah tangkap ini bisa berujung fatal dan mirip seperti kasus Vina Cirebon. Dalam rapat, dia mendampingi tim kuasa hukum yang menangani empat anak yang sedang dalam proses peradilan.

“Ini terkait ada kasus salah tangkap, indikasi kuat. Ini dalam kasus pengeroyokan anak-anak,” kata Rieke di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1).

Sumber Berita : https://thegazettengr.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *