Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah resmi membatalkan sertifikat hak guna bangunan atau hak milik (SHGB/SHM) yang diterbitkan untuk wilayah perairan di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.

Pembatalan 50 SHGB/SHM di desa tersebut dilakukan setelah munculnya polemik terkait pagar laut di wilayah Pantai Utara Tangerang, Banten.

“Kami bersama tim melakukan proses pembatalan sertifikat baik hak milik (SHM) maupun HGB. Tata cara pembatalannya dimulai dengan mengecek dokumen yuridis dan memeriksa prosedur,” kata Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di Pantai Anom, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Rabu (22/1).

Nusron menegaskan, dalam pembatalan sertifikat yang berada di wilayah laut Tangerang tersebut, pihaknya juga memastikan pengecekan terhadap fisik atau material tanah darat yang disertifikasi.

Debat dengan Pak Lurah

Dalam pengecekan fisik atau material tanah tersebut, Nusron juga didebat Kepala Desa Kohod, Asrin yang turut mengawal pengecekan titik sesuai terbitnya sertifikat.

“Karena ini menyangkut pembatalan ada langkah selanjutnya, terakhir adalah mencek fisik materialnya kayak apa. Tadi kita sudah datang sampai ke ujung (pagar laut) itu tempat terbitnya SHGB yang kami sebut atas nama PT IAM. Di sana saya berdebat dengan Pak Lurah, Pak Lurah ngotot itu dulunya empang, katanya ada abrasi dan dikasi batu-batu dari 2004 karena kalau enggak sampai sini (tanah empang), kata dia (kades Kohod). Saya enggak mau debat dengan lurah, ini kampung dia, kalau saya debat enggak bisa pulang nanti,” seloroh Nusron.

Ditegaskan dia, dengan pengecekan langsung ke lokasi objek sertifikat tersebut, Nusron memastikan jika pembatalan sertifikat dilakukan dengan memastikan keberadaan objek tanah yang disertipikasi. Jika lahan tersertipikasi itu telah hilang maka sertifikat dapat dibatalkan.

“Tapi begini, mau Pak Lurah bilang itu empang, mau bilang apa yang jelas secara faktual, material tadi kita lihat sama-sama fisiknya sudah enggak ada tanahnya. Karena sudah enggak ada tanahnya, saya enggak mau debat soal garis pantai atau apa itu dulu. Itu tuh kalau dulunya empang karena sudah enggak ada fisiknya maka itu masuk kategori tanah musnah. Kalau masuk kategori tanah musnah otomatis hak apapun di situ hilang. Hak milik hilang, hak guna bangunan juga hilang,” tegas dia.

“Kenapa, barangnya sudah enggak ada gimana ada haknya. Kecuali kalau ada barangnya dan ini sudah enggak ada barangnya. Tapi akan saya cek satu persatu, one by one. Kalau memang sertifikatnya ada tidak ada meterialnya semua otomatis akan kita batalkan satu persatu. Tapi kalau ada barangnya kaya di sini empang, ada barangnya kenapa itu masih ada wujud tanahnya ada tengahnya, kawasan sini aman, barangnya ada,” ucap Nusron.

Meski begitu, Nusron belum dapat merinci jumlah pasti dari pembatalan SHGB dan SHM yang terbit direntang tahun 2021-2023 itu.

“Ada berapa banyak nanti proses, yang jelas belom semua. Proses satu satu satu, kan ngecek satu satu. sertifikat nomor sekian dicek satu, nomor sekian satu satu. Karena aturannya begitu. Yang jelasn hari ini ada sekitar 50-an,” ujar dia.

Sumber Berita : https://thegazettengr.com


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *